DAMASKUS, KOMPAS.com – Menurut Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, runtuhnya rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad juga disebabkan oleh berkurangnya dukungan dari para sekutunya.
Pemberontak Suriah berhasil menggulingkan kekuasaan Assad dalam waktu singkat, hanya kurang dari dua minggu, melalui serangan yang sangat cepat dan terkoordinasi.
Sejumlah kota besar pun berhasil lepas dari kendali Pemerintah Suriah, puncaknya terjadi ketika para pemberontak merebut Ibu Kota Damaskus pada hari Minggu (8/12/2024).
Baca juga: Kronologi Jatuhnya Rezim Presiden Bashar Al Assad di Suriah
Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011, saat pemerintah melakukan tindakan keras terhadap demonstrasi yang menuntut perubahan. Selama empat tahun terakhir, garis depan perang relatif stabil, hingga muncul serangan besar-besaran dari pihak pemberontak.
Sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita AFP, ada beberapa faktor dan peran yang dimainkan oleh sekutu Assad yang berkontribusi terhadap penurunan dukungan mereka.
1. Fokus Rusia pada Invasi ke Ukraina
Huruf Z penanda tentara Rusia di Ukraina terlihat di tank tempur yang direbut dan diperbarui di Kharkiv, Ukraina, 20 Februari 2023.
Rusia dan Iran menjadi sekutu utama dalam dukungan militer, politik, dan diplomasi bagi Suriah. Assad sangat bergantung kepada Rusia, yang membantunya merebut kembali wilayah yang hilang sejak konflik dimulai pada 2011 berkat intervensi dari Moskwa.
Dukungan udara dari Rusia pada tahun 2015 secara signifikan mengubah jalannya perang, memberikan keuntungan besar bagi Assad. Namun, serangan pemberontak yang baru-baru ini terjadi berlangsung pada saat Rusia lebih memfokuskan perhatian pada konflik di Ukraina.
Serangan udara Rusia kali ini tidak mampu menghentikan kemajuan pemberontak, yang berhasil menguasai sejumlah kota besar seperti Aleppo, Hama, Homs, dan yang terbaru, Damaskus.
Aron Lund mencatat bahwa upaya pemimpin kelompok pemberontak Hayat Tahrir Al Sham (HTS), Abu Mohammed Al Julani, untuk memperkuat posisi dan mengkonsolidasikan kekuatan pemberontakan di bawah komandonya juga sangat berpengaruh terhadap situasi ini.
2. Iran Terfokus pada Pertentangan dengan Israel
Rudal Iran, Bavar, saat dipamerkan di parade tahunan perayaan perang melawan Irak pimpinan Presiden Saddam Hussein pada 1980-1988, di Teheran pada 21 September 2024.
Iran, sekutu utama Assad lainnya, telah lama memberikan penasihat militer untuk angkatan bersenjata Suriah serta mendukung kelompok pro-pemerintah di lapangan. Namun, saat ini Iran dan sekutunya lebih terfokus pada pertentangan dengan Israel, terutama setelah pecahnya perang di Gaza.
Nick Heras, seorang analis di New Lines Institute, mengungkapkan kepada AFP sebelum pemberontakan merebut Damaskus, bahwa keberlangsungan pemerintah Assad akan sangat bergantung pada seberapa besar nilai yang dilihat oleh Iran dan Rusia terhadap Assad dalam strategi mereka di kawasan tersebut.