Ingin Persalinan Caesar Tanpa Indikasi Medis, Pahami Dulu Risikonya

KOMPAS.com –

Melahirkan dengan metode operasi caesar seharusnya dilakukan hanya jika ada indikasi medis yang jelas. Namun, tidak sedikit ibu yang memilih opsi ini karena berbagai pertimbangan pribadi. Penting untuk diingat bahwa persalinan caesar juga membawa sejumlah risiko yang perlu diperhatikan.

Di berbagai negara, angka persalinan caesar terus meningkat. Di Indonesia sendiri, rata-rata persalinan caesar mencapai 25,9 persen. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka ideal untuk operasi caesar seharusnya berkisar antara 10 hingga 15 persen di setiap negara.

Prosedur caesar dapat menimbulkan risiko kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, bagi ibu dan bayi, serta untuk kehamilan yang akan datang.

Dokter Dinda Derdameisya, Sp.OG, menjelaskan bahwa persalinan caesar sebaiknya hanya dilakukan ketika ada indikasi medis, seperti kondisi kesehatan ibu, keadaan bayi, atau adanya kelainan pada bentuk rahim yang menghalangi persalinan normal.

“Jika keputusan untuk melakukan caesar didasarkan pada alasan sosial, seperti keinginan ibu untuk hasil yang cepat atau penjadwalan persalinan pada tanggal tertentu, maka sebaiknya ibu mempertimbangkan untuk melahirkan secara normal,” jelasnya.

Baca juga: Termasuk Pendarahan, Ini Tanda Bahaya Persalinan yang Perlu Diwaspadai

Namun, ia menegaskan bahwa tidak adil jika membandingkan persalinan normal dengan caesar yang dilakukan karena alasan medis.

“Tentu saja, persalinan caesar harus diutamakan demi keselamatan ibu dan bayi. Namun, jika alasannya bersifat sosial, maka persalinan normal jelas lebih menguntungkan,” tambah dr. Dinda.

Keuntungan dari persalinan normal sangat beragam, di antaranya tidak ada efek dari anestesi, luka yang lebih kecil, proses penyembuhan yang lebih cepat, mobilitas yang lebih tinggi, dan ibu dapat menyusui dengan lebih baik.

Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan caesar dapat berhubungan dengan risiko ketidakseimbangan mikroba usus pada bayi yang baru lahir, yang dikenal dengan sebutan gut disbiosis.

Ketidakseimbangan ini dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, mulai dari alergi dan gangguan sistem imun hingga dampak jangka panjang yang dapat berpengaruh pada perilaku dan risiko penyakit tidak menular.

Kita sudah mengetahui bahwa mikrobiota usus sangat penting untuk pengembangan sistem kekebalan tubuh. Pada bayi yang lahir secara normal, paparan mikrobiota dari jalur lahir ibu sangat penting untuk membangun mikrobiota usus yang sehat, yang menjadi dasar awal sistem imun.

Baca juga: Mengapa Bayi yang Lahir Caesar Punya Sistem Imun Rendah

Meski demikian, ibu yang harus menjalani operasi caesar tidak perlu khawatir.

Menurut dr. Ria Yoanita, Sp.A, gut disbiosis pada bayi dapat diatasi dengan memberikan ASI eksklusif.

“ASI mengandung sinbiotik, yang merupakan kombinasi prebiotik seperti oligosakarida dan probiotik seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus, yang dapat membantu memulihkan kondisi disbiosis dengan cepat,” jelasnya.

Apabila ASI ibu sulit keluar, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter anak guna menemukan alternatif terbaik agar si kecil tetap mendapatkan nutrisi yang diperlukan, demi mencegah dan memperbaiki kondisi disbiosis ususnya.

Ikuti berita terbaru dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran andalan Anda untuk mengakses berita Kompas.com melalui WhatsApp Channel: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp ya.