Lapisan es di Kutub Utara terus mengalami pencairan yang mengkhawatirkan akibat pemanasan global. Foto: ist
Arktik dan Antartika berfungsi sebagai ‘kulkas’ bagi Bumi kita. Kedua kawasan yang dipenuhi salju dan es ini memiliki peranan vital dalam memantulkan panas ke luar angkasa, sehingga membantu menjaga keseimbangan suhu global.
Dengan semakin sedikitnya es yang tersisa, kemampuan untuk memantulkan panas juga berkurang, yang dapat berpotensi menyebabkan peningkatan gelombang panas di berbagai belahan dunia.
Dalam tujuh tahun terakhir, telah tercatat tiga kali rekor terendah dalam luas lapisan es, yaitu pada tahun 2017, 2022, dan kini 2023.
Para ilmuwan menilai bahwa dinamika lapisan es di Kutub Utara merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, bukan hanya oleh perubahan iklim semata.
Selama 40 tahun terakhir, area es di Kutub Utara telah mengalami perubahan yang sangat mencolok, dengan penurunan yang signifikan terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Persentase Pencairan Es di Kutub Utara
Setiap musim panas, luas es di Kutub Utara mengalami penyusutan antara 12-13% per dekade akibat pemanasan global.
Menurut laporan dari World Wildlife, pencairan lapisan es di kutub disebabkan oleh perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan global. Di Laut Arktik, es telah berkurang hampir 13% per dekade, dan dalam tiga dekade terakhir, es yang paling tua dan tebal di Kutub Utara mengalami penurunan hingga 95%.
Apabila emisi gas rumah kaca terus meningkat tanpa pengendalian yang efektif, diperkirakan Arktik akan kehilangan es laut pada musim panas sekitar tahun 2040. Hilangnya es laut tentu akan memiliki dampak yang luas di seluruh dunia.
Namun, penting untuk dicatat bahwa saat ini Kutub Utara masih memiliki lapisan es yang lebih tebal dibandingkan dengan Kutub Selatan. Secara umum, satu meter es di Antartika setara dengan 3-4 meter es yang lebih tua di Arktik.
(sumber: anomsuryaputra.id)