JAKARTA, KOMPAS.com
Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM dari Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat banyak undang-undang yang mengatur tentang masyarakat adat.
Meski demikian, ia menyoroti bahwa keberadaan sejumlah regulasi yang terpisah justru menimbulkan kebingungan dan tumpang tindih dalam pelaksanaannya.
“Memang ada banyak undang-undang yang mengatur masyarakat adat, tetapi ini justru menjadi masalah,” ujar Arman saat diskusi Koalisi RUU Masyarakat Adat yang berlangsung di Cikini, Jakarta, pada Selasa (17/12/2024).
Ia mencatat bahwa Indonesia memiliki setidaknya 34 undang-undang yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat adat saat ini.
Baca juga: RUU Masyarakat Adat Diharapkan Segera Disahkan untuk Jamin Investasi Berkeadilan
Walaupun banyaknya undang-undang ini, masyarakat adat seringkali menghadapi kesulitan dalam memperoleh hak-hak mereka secara adil.
“Ada 34 undang-undang yang mengatur masyarakat adat, tetapi hal ini justru mengakibatkan sektoralisasi dalam pengaturan, sehingga masyarakat adat kesulitan mendapatkan hak tradisional mereka,” jelasnya.
Selanjutnya, Arman menyatakan bahwa koalisi telah mengajukan RUU Masyarakat Adat kepada DPR RI.
Rancangan undang-undang ini terdiri dari 15 bab dan 58 pasal yang komprehensif, bertujuan untuk menjamin hak dan landasan hukum bagi masyarakat adat.
“Lima belas bab tersebut mencakup berbagai isu, seperti ketentuan umum, posisi dan hak masyarakat adat, kelembagaan masyarakat adat, proses administrasi, hak atas restitusi dan rehabilitasi, pemberdayaan masyarakat adat, pusat data dan informasi, penyelesaian sengketa, pendanaan, partisipasi, serta larangan dan ketentuan pidana,” tambahnya.
Baca juga: Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan
Di sisi lain, Arman menegaskan bahwa masyarakat adat tidak menolak investasi.
Justru, mereka bersikap terbuka terhadap investasi, dengan harapan bahwa kegiatan tersebut memberikan dampak positif dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
“Saya ingin menekankan bahwa masyarakat adat tidak anti terhadap pembangunan atau investasi, tetapi kami menginginkan agar proses pembangunan dan investasi tersebut menciptakan keadilan yang dapat dirasakan oleh semua pihak,” ujarnya.
Selain itu, RUU Masyarakat Hukum Adat saat ini telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR RI untuk dibahas pada tahun 2025.
RUU ini telah disetujui dalam rapat paripurna DPR RI pada 19 November 2024.
Ketua DPD RI Sultan Najamudin juga menyatakan bahwa RUU ini merupakan dorongan dari DPD RI yang akhirnya diakomodasi oleh DPR RI, menunjukkan bahwa upaya untuk memberikan masyarakat adat satu payung hukum yang jelas telah mendapat dukungan dari parlemen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah menginstal aplikasi WhatsApp ya.